Rabu, 17 September 2014

Standarisasi Bahasa

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Setiap negara tentu memiliki bahasa masing-masing, yang menjadi pembeda antara negara tersebut dengan negara lainnya, juga bahasa yang menjadi ciri khas dari negara tersebut. Sudah menjadi ketentuan bahwa bahasa yang menjadi bahasa nasional suatu negara pasti memiliki kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan serta peraturan yang mengikatnya, dengan tujuan agar bahasa tersebut menjadi tetap atau baku dan tidak berubah-ubah meski penuturnya silih berganti, tempat dituturkannya dimana-mana dan waktu dituturkannya pun berjarak atau berperiode. Maka pemerintah memiliki kewajiban untuk menstandarkan atau membakukan bahasa nasional negaranya.
Bahasa Arab yang merupakan salah satu bahasa dengan penutur terbanyak di dunia, dan juga bahasa resmi kedua di organisasi dunia, yakni PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ternyata tidak langsung menjadi bahasa yang teratur, kaya dan komplit seperti yang kita kenal dan kita pelajari saat ini, melainkan ia juga mengalami proses pembakuan atau pengodifikasian sebelumnya.
Makalah yang kami susun ini bertujuan untuk membahas sekelumit dari perihal pembakuan Bahasa Arab, bahasa yang digunakan oleh sebagian besar penduduk dunia, dilafalkan oleh para penganut ajaran Islam dan juga mereka yang tertarik pada bahasa ini. Semoga hal ini bisa bermanfaat bagi khalayak umum, dan saudara-saudara yang ingin mengetahui lebih dan menggeluti Bahasa Arab secara mendalam pada khususnya.

Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan standarisasi atau pembakuan bahasa?
Bagaimana proses standarisasi Bahasa Arab?
a.  Apa saja sumber-sumber standar pembakuan Bahasa Arab?
b. Apa yang menjadi standar Bahasa Arab baku/ Al-lughoh Al-fusha sekarang?



BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Standarisasi atau Pembakuan Bahasa
Pembakuan atau standarisasi bahasa adalah proses penentuan ukuran atau norma rujukan yang digunakan atau dapat digunakan sebagai kerangka rujukan atau patokan dalam penggunaan bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Norma itu ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan sediri atas dasar kesepakatan sosial sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan.
Standarisasi bahasa merupakan suatu proses yang berlangsung secara bertahap, tidak sekali jadi. Proses standarisasi tersebut mengalami tahap-tahap sebagai berikut:
1. Pemilihan (selection) ; melalui penelitian,---metode pengkajian bahasa.
            Satu variasi atau dialek tertentu akan dipilih kemudian dikembangkan menjadi bahasa baku. Ragam atau variasi tersebut bisa berupa satu ragam yang telah ada, misalnya yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan politik, sosial atau perdagangan, dan bisa merupakan campuran dari berbagai ragam yang ada.
2. Kodifikasi
            Kodifikasi yaitu proses pemberlakuan suatu kode atau aturan kebahasaan untuk dijadikan norma dalam berbahasa oleh masyarakat. Kodifikasi ini meliputi (a) otografi, (b) lafal, (c) tata bahasa, (d) peristilahan. Badan atau lembaga tertentu biasanya ditunjuk untuk terlaksananya kodifikasi ini. Lembaga ini menyusun kamus, buku tata bahasa dengan berpedoman pada kode atau variasi yang akan dimasyarakatkan; sehingga setiap orang mempunyai acuan aturan bahasa yang ‘benar’. Setelah kodifikasi ini dibentuk, maka masyarakat akan mempelajari atau ingin mempelajari bentuk bahasa yang benar dan menghindari yang tidak benar, walaupun yang tidak benar ragam bahasanya sendiri.
3. Penjabaran Fungsi / Sosialisasi
            Apa yang dikodifikasikan itu tidak akan memasyarakat tanpa adanya penjabaran fungsi ragam yang sudah standar itu. Pada kenyataannya proses sosialisasi fungsi ini akan melibatkan pemasyarakatan hal-hal kebahasaan seperti pembiasaan format atau bentuk surat atau dalam penyusunan test dan lain sebagainya.
4. Persetujuan
       Tahap terakhir adalah ragam bahasa itu haruslah disetujui oleh anggota masyarakat penutur bahasa tersebut sebagai bahasa nasional mereka. Kalau sudah sampai pada tahap ini, maka bahasa standar itu mempunyai kekuatan untuk mempersatukan bangsa dan menjadi simbol kemerdekaan negara dan menjadi ciri pembeda dari negara-negara lain.
Proses Standarisasi Bahasa Arab
Bahasa Arab adalah bahasa yang masuk dalam subrumpun Semit dari Hamito Semit atau Afro Asiatik. Bahasa Arab digunakan oleh orang –orang yang tinggal di Semenanjung Arabia, Terdapat banyak dialek-dialek atau lahjah yang tumbuh dan hidup disana, Bahasa ini termasuk dalam bahasa klasik yang paling luas penggunaannya di dunia ini dari pada bahasa-bahasa klasik lainnya, seperti bahasa Latin, bahasa Sansekerta, bahasa Ibrani dan bahasa lainnya. Mengapa? Karena bahasa ini merupakan bahasa al Qur’an yang dibaca oleh berjuta-juta kaum muslimin di penjuru alam ini, yang kemudian mereka gunakan dalam penulisan maupun pembahasan masalah-masalah yang masih terkait dengan agama.
Dibakukannya Bahasa arab menjadi Bahasa fusha disebabkan oleh berbagai  alasan, seperti kepentingan agama, politik, pemerintahan, pemersatu bangsa, dan ciri identitas. Proses standarisasi Bahasa Arab dilakukan melalui kodifikasi formal, seperti penyusunan kamus, tatabahasa, buku-buku kaidah kebahasaan ditulis dengan ragam standar.  Di dalam bahasa Arab proses kodifikasi telah di mulai sejak abad ke 5 M, pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, meskipun pada taraf klasifikasi I’rab. Lalu di kembangkan kembali oleh para filolog pada Abad ke 7 sperti Halil Bin Ahmad dan Syibaweih seorang filolog Bagdad, hingga pada masa nahdah atau masa kebangkitan bangsa arab pada abad 18 yang ditokohi oleh Al-Zabi’diy.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat banyak lahjah atau dialek pada Bangsa Arab sebelum terjadi pembakuan, pada saat itulah terjadi yang namanya pertarungan bahasa atau biasa kita kenal dengan istilah Shiraa’ul lughoh. Lahjah bahasa Tamim dan Quraisy merupakan dua lahjah yang lebih menonjol di antara lahjah-lahjah arab lainnya. Disebutkan bahwa bahasa Quraisy lebih baik dari bahasa Arab lainnya karena kefasihan lafaz-lafaznya, mudah diucapkan dan lebih indah didengarkan serta lebih jelas penjelasannya.  Maka dalam pertarungan bahasa atau Shiro’ul lughoh  itu yang menjadi pemenangnya adalah dialek atau lahjah Quraisy. Dialek Quraisy tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat, diantara faktor pendorongnya adalah:
Faktor ekonomi, orang dari suku-suku Quraisy pada waktu itu menguasai sumber-sumber ekonomi masyarakat.
Faktor agama, Makah menjadi kota yang di sucikan dan mempunyai tempat peribadatan yang di sucikan yaitu Ka’bah.
Bahasa pengantar, di dalam melakukan permusyawarahan antar suku, dialek Quraisy yang dipakai sebagai bahasa pengantarnya untuk seluruh wilayah Jazirah Arab.
Karya seni, Sebelum datangnya Islam ada yang dinamakan pasar seni, pasar seni ini adalah pasar Ukaz dan pasar Majanah, pada bulan-bulan tertentu dua pasar tersebut diramaikan oleh kegiatan perdagangan dan sekaligus kegiatan perlombaan untuk melantunkan sya’ir-sya’ir yang ditulis oleh pujangga-pujangga arab, pujangga-pujangga ini merupakan utusan-utusan dari tiap-tiap suku, yang kemudian disaksikan oleh berbagai pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Karya-karya pujangga yang menang dalam perlombaan itu maka hasil karyanya akan digantungkan pada dinding Ka’bah dan ditulis dengan tinta Emas. Dari kegiatan seperti inilah yang kemudian diakek Quraisy ini memdominasi diakek-dialek arab lainnya.
Islam dan Al-Qur’an, Setelah datangnya Islam yang disertai turunnya Al-Qur’an maka bahasa Arab kini menjadi sangat sempurna dalam ilmu kebahasaan dan dalam ilmu yang lainnya, Al-Qur’an memuat berbagai struktur kalimat/ jumlah yang sangat kaya, munculnya kosakata – kosakata baru yang mempunyai makna yang sangat dalam dan tinggi, gaya bahasa yang sangat indah. Kemudian pada awal datangnya Islam, Rasulullah melarang kepada para penyair arab untuk tidak membuat lagi sya’ir-sya’ir yang bernuansakan sanjungan percintaan, caci maki , ratapan-ratapan tetapi harus sya’ir-sya’ir yang memiliki nilai-nilai moral agama.
Perluasan wilayah kekuasaan Islam, akibat terjadinya berbagai kemenangan dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam maka bahasa Arab kini menjadi bahasa resmi di berbagai negara seperti Maroko, Al-Jazair, Libia, Mesir,Sudan, Suriah, Irak dan Iran, disamping daerah-daerah yang berada diwilayan Jazirah Arab.
Di dalam bahasa Arab, kemudian dialek Qurais dijadikan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung antar kabilah di wilayah semenanjung arab. Hal ini merupakan fenomena diglosia (situasi kebahasaan dengan pembagian fungsional atas variasi bahasa) dengan dijadikannya dialek Quraisy sebagai penghubung, sekaligus bahasa standar, dan ragam bahasa non standar adalah dialek-dialek lokal dari tiap tiap kabilah. Untuk selanjutnya bahasa yang telah distandarkan ini disebut dengan Bahasa fusha.  
Dengan bahasa standar itu, membaca kitab “Ar-Risalah” yang ditulis sebelas abad yang lampau tidak berbeda dengan membaca tulisan yang baru dicetak kemarin. Dengan menguasai bahasa Arab standar, siaran radio berbahasa Arab, dari negara manapun, dapat dimengerti tanpa hambatan yang berarti. Sebab pola kata, kalimat, dan gaya bahasa yang dipergunakan, dalam dua kasus di atas, sama. Bahasa Arab standar ini contoh konkretnya adalah bahasa Arab yang dipergunakan dalam setiap komunikasi dengan teratur, seperti pada contoh yang telah disebutkan di atas. Artinya, pemakaian bahasa Arab Fusha itu mempunyai aturan yang disebut dengan tata bahasa. Kosa kata yang dipergunakan dalam komunikasi tidak terlepas terpisah-pisah secara bebas tanpa aturan tertentu, tetapi senantiasa mengikuti kebiasaan-kebiasan secara otomatis dalam bahasa Arab yang selanjutnya kebiasaan-kebiasaan itu dijadikan kaedah-kaedah bahasa Arab. Kaedah-kaedah itu dikenal dengan ilmu nahwu dan sharaf. Dengan aturan itu maka bahasa Arab yang dipergunakan sejak zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dapat dipahami dengan mudah oleh generasi berikutnya sampai generasi jauh di masa-masa yang akan datang. Bahasa Arab Fusha ini tidak mengalami nasib seperti bahasa asing lainnya yang sulit dipahami oleh generasi berikutnya. Mengenai hal ini Ghazzawi, seorang pakar bahasa  menyatakan:
… since classical Arabic has change so little since Muham-mad’s time, Arab today can read Arabic written in seventh or eighth century without too much difficult. This is quite different from the situation in English, as we can not read Old English texts without special study, as though for foreign language (Sabah Ghazzawi).
Bahasa Arab Fusha itu sering dicontohkan dengan Qur’an dan syair-syair Arab. Demikian juga teks-teks hadis menjadi contoh bahasa Arab Fusha karena diucapkan oleh Rasululah SAW yang berasal dari suku Quraisy. Jadi bahasa Arab Fusha ini kosa kata dan aturan pemakaiannya disepakati oleh suku-suku Arab. Bahasa Arab Fusha ini yang menjadi materi pembelajaran bahasa Arab, yang sekarang ini diupayakan strategi pengembangan pendidikannya. Suka atau tidak suka, bahasa Arab Fusha itu akan menjadi bahasa yang hidup dan terpelihara, karena merupakan kristalisasi bahasa suku-suku Arab. Bahasa Arab Fusha itu disepakati dan difungsikan sebagai alat komunikasi untuk semua bangsa Arab.Pada akhirnya tidak ada alasan lagi untuk tidak mempelajari bahasa Arab Fusha.
Standar Pembakuan Bahasa Arab dan Ilmu Nahwu
    Sumber-sumber  yang dijadikan sebagai penetapan ukuran bahasa fusha menurut ahli bahasa arab adalah sebagai berikut:
1. al-Qur’an al-Karim
Al-Qur’an merupakan standar bahasa fusha yang tertingi, dan contoh terbaik bagi bahasa satra yang disepakati secara umum.Oleh karena itu ahli bahasa sepakat untuk mengakuinya dan menerima setiap kaedah yang berasal dari al-Qur’an.
2. Al-qira’ah al-Qur’aniyah
Qira’at qur’aniyah yaitu bentuk-bentuk qira’ah yang diperbolehkan oleh Nabi saw dalam membaca al-Qur’an dengan tujuan mempermudah.
3. Al-Hadits al-Nabawi al-Syarif
Dalam menetapkan hadits nabi sebagai standar bahasa yang baku, terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahli bahasa modern (muhaditsin). Sedangkan ahli bahasa klasik (mutaqaddimin) sepakat untuk menjadikan hadits nabi sebagai sumber standar bahasa yang benar, dengan menyertakan sebagaian hadits-hadits tersebut dalam buku-buku mereka, meskipun sedikit.
4. As-Syi’r (sya’ir-sya’ir)
Ahli bahasa memberikan perhatian yang besar terhadap syair arab klasik dan menganggapnya sebagai dasar awal peletakan bahasa baku dalam bahasa arab.  Seperti dikatakan bahwa syair itu diwan orang arab.Syair Arab klasik terdapat penetapan secara baku aturan-aturan dalam berbahasa,  sehinggga benar atau salahnya bahasa seseorang dapat diukur dengan merujuk ke syair.
5. Al-Syawahid An-Natsriyah
Natsar yang dijadikan sebagai sumber standar bahasa baku adalah yang berupa, khutbah (pidato), wasiat (nasehat), amtsal (perumpamaan) dan hikmah. Dan semua itu dianggap sebagai bagian sastra yang penting dan memiliki kedudukan sama dengan syair.
Sebagian peneliti mengungkapkan penelitian mereka tentang proses pembakuan bahasa Arab fusha serta dasar-dasar ilmiah dalam proses pembakuan tersebut, dan tingkat kesepakatan terhadap dasar-dasar ilmiah serta tingkat konsistensi pijakan terhadap dasar-dasar ilmiah dalam proses pembakuan, para peneliti tersebut menyimpulkan empat dasar pijakan proses pembakuan yakni dasar wilayah, Kurun Waktu, kuantitas data dan kuntitas informan. Tidak ada kesepakatan terhadap dasar pembakuan tersebut serta tidak adanya badan khusus dalam proses pembakuan tersebut.
Hubungan Bahasa Arab Fusha dengan ilmu Nahwu
Setiap Negara memiliki satu bahasa resmi atau bahasa kebangsaan. Bahasa itu menjadi istimewa dengan adanya ketetapan/ kaedah tata bahasa. Dan selalu digunakan dalam penulisan resmi dalam segala urusan di satu Negara atau antara beberapa Negara yang menggunakan bahasa yang sama. Bahasa ini juga digunakan dalam menterjemahkan buku-buku ilmiah. Dan segala urusan administrasi Negara atau pidato-pidato resmi kenegaraan begitu juga dengan segala urusan yang bersifat fomal. Biasanya bahasa tulisan lebih fusha dari bahasa lisan. Dan dalam bahasa fusha tidak ditemukan bahasa ‘amiyah. Dalam bahasa Arab, yang menjadi tolak ukur kebakuan bahasanya atau kefushahan lughohnya adalah kaidah tata bahasanya yang disebut dengan  Nahwu. Maka peran ilmu nahwu begitu berarti. Bahasa Arab Fusha senantiasa teratur dan sesuai dengan kaedah-kaedah bahasa. Untuk mempergunakan bahasa Arab Fusha diperlukan ilmu nahwu. Demikian pula sebaliknya, ilmu nahwu menjadi tidak ada gunanya bila bahasa yang dipergunakan adalah bahasa ‘Amiyah. Jadi peran ilmu nahwu tergantung pada keadaan bahasa Arab yang dipergunakan. Ditinjau dari strategi pendidikan bahasa Arab, maka makin sempurna bahasa Arab yang diajarkan makin maksimal peran ilmu nahwu, dan makin tidak teratur bahasa yang diajarkan, semisal bahasa ‘Arab ‘Amiyah, makin tidak berperan pula ilmu nahwu.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pembakuan atau standarisasi bahasa adalah proses penentuan ukuran atau norma rujukan yang digunakan atau dapat digunakan sebagai kerangka rujukan atau patokan dalam penggunaan bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Begitu juga Bahasa Arab yang kita kenal sekarang, ia telah mengalami proses pembakuan sebelumnya, dimulai sejak abad ke 5 M. Dibakukannya Bahasa arab menjadi Bahasa fusha disebabkan oleh berbagai  alasan, seperti kepentingan agama, politik, pemerintahan, pemersatu bangsa, dan ciri identitas. Bahasa arab yang dibakukan sekarang mengikuti lahjah dan dialek Quraisy, yang menjadi pemenang pada pertarungan Bahasa pada masanya. Sebab-sebab unggulnya lahjah Quraisy adalah karena faktor ekonomi, faktor agama, faktor pemerintahan dan seni.
Sumber-sumber pembakuan Bahasa Arab berasal dari Al-Qur’an, Hadits Nabi, sya’ir-sya’ir, karya-karya sastra dan Qiro’ah Qur’aniyyah. Hingga sekarang, tata bahasa yang mengikat bahasa Arab disebut dengan Nahwu, sehingga Bahasa Arab menjadi stabil meski ia adalah meru[akan bahasa tertua di dunia.

Saran
Tak ada gading yang tak retak, maka seperti itu pulalah makalah kami ini, tak lepas dari kurang dan cacat, oleh karena itu, kritikan dari dosen pembimbing ataupun saudara- saudara yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan kedepannya.Demikian makalah yang kami susun, semoga bisa dimanfaatkan dan bermanfaat bagi setiap pihak.




“ yanfudzu maa laa tanfudzul libaas”


DAFTAR PUSTAKA

Poedjoesoedarmo, Soepomo. 2003. Filsafat Bahasa. Surakarta, Muhammadiyyah university Press
TaufiQurrohman, H.R. 2008 cet 1.  Leksikologi Bahasa Arab. Malang, UIN Malang Press
Jatisarwoedy.blogspot.com/2010/09/pembakuan-bahasa (standarisasi), diakses pada 14 April 2014, 10:43 am
http://subpokbarab.wordpress.com/2008/05/09/bahasa-arab-dan-pengkodifikasiannya, diakses 14 April 2014, 01:48 pm
http://standar-berbahasa-yang-benar-antara.html. Diakses pada 14 April 2014, 10:45 am
http:// Fakultas Adab  Bahasa Sasaran  Dari Amiyah ke Fusha.html. Diakses pada 14 April 2014, 01:45 pm
http:// Fakultas Adab  Bahasa Sasaran  Dari Amiyah ke Fusha.htm. Diakses pada 14 April 2014, 10:55 am
http://methiafarina.blogspot.com/2012/05/standar-standar-bahasa-fusha.html. Diakses pada 14 april 14,  jam 10:45 am












SUMMMARY
Pembakuan atau standarisasi bahasa adalah proses penentuan ukuran atau norma rujukan yang digunakan atau dapat digunakan sebagai kerangka rujukan atau patokan dalam penggunaan bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan
Tahap-tahap standarisasi; Pemilihan (selection), Kodifikasi, Sosialisasi, dan Persetujuan.
Dibakukannya Bahasa arab menjadi Bahasa fusha disebabkan oleh berbagai  alasan, seperti kepentingan agama, politik, pemerintahan, pemersatu bangsa, dan ciri identitas.
faktor pendorong menangnya lahjah/ Bahasa Quraisy dalam pertarungan bahasa  a/l:
Faktor Ekonomi c. Bahasa pengantar e. perluasan wilayah Islam
Faktor Agama d. adanya pasar seni f. Islam dan al-Qur’an
Sumber-sumber  yang dijadikan sebagai penetapan ukuran standarisasi bahasa arab:
al-Qur’an al-Karim c. Al-Hadits al-Nabawi e. Al-Syawahid An-Natsriyah
Al-qira’ah al-Qur’aniyah d. As-Syi’r (sya’ir-sya’ir)
Standar baku Bahasa arab terikat dalam kaidah nahwu. Untuk mempergunakan bahasa Arab Fusha diperlukan ilmu nahwu. Demikian pula sebaliknya, ilmu nahwu menjadi tidak ada gunanya bila bahasa yang dipergunakan adalah bahasa ‘Amiyah. Jadi peran ilmu nahwu tergantung pada keadaan bahasa Arab yang dipergunakan
SUMMMARY
Pembakuan atau standarisasi bahasa adalah proses penentuan ukuran atau norma rujukan yang digunakan atau dapat digunakan sebagai kerangka rujukan atau patokan dalam penggunaan bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan
Tahap-tahap standarisasi; Pemilihan (selection), Kodifikasi, Sosialisasi, dan Persetujuan.
Dibakukannya Bahasa arab menjadi Bahasa fusha disebabkan oleh berbagai  alasan, seperti kepentingan agama, politik, pemerintahan, pemersatu bangsa, dan ciri identitas.
faktor pendorong menangnya lahjah/ Bahasa Quraisy dalam pertarungan bahasa  a/l:
Faktor Ekonomi c. Bahasa pengantar e. perluasan wilayah Islam
Faktor Agama d. adanya pasar seni f. Islam dan al-Qur’an
Sumber-sumber  yang dijadikan sebagai penetapan ukuran standarisasi bahasa arab:
al-Qur’an al-Karim c. Al-Hadits al-Nabawi e. Al-Syawahid An-Natsriyah
Al-qira’ah al-Qur’aniyah d. As-Syi’r (sya’ir-sya’ir)
Standar baku Bahasa arab terikat dalam kaidah nahwu. Untuk mempergunakan bahasa Arab Fusha diperlukan ilmu nahwu., ilmu nahwu menjadi tidak ada gunanya bila bahasa yang dipergunakan adalah bahasa ‘Amiyah. Jadi, perannay tergantung bahasa yang digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar