BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan
dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia
ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari
keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau
kepercayaan Ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah,
ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi
dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala
kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran,
yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis,
sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan,
maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang :
1. disusun metodis, sistematis dan
koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas),
dan yang
2. dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.
Semakin ilmu pengetahuan menggali
dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), semakin nyatalah
tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).
Jauh sebelum manusia menemukan dan
menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu
sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain
sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang
berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti
akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki
tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai
hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia . Bagian filsafat yang
paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang
merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 – 873 M).
Metode filsafat adalah metode
bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek
materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala
sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Sonny Keraf dan Mikhael Dua
mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentag bertanya atau berpikir tentang
segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari segala
sudut pandang. Thinking about thinking.
Meski bagaimanapun banyaknya
gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk
mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran
hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu.
Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah
habis untuk dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak
untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
B. Klasifikasi Filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat
banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan
karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan
agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa
ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan
menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat
Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang
agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan
“Filsafat Kristen”.
1. Klasifikasi
Filsafat Menurut Wilayah
a.
Filsafat Barat
“Filsafat
Barat” adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini
berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Namun pada hakikatnya,
tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat mengalami pemutusan rantai ketika
salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry
telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati
terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh
negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius
menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropah, maka John
Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan
menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan
berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam pada dinasti Abbasyah.
Tokoh
utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, RΓ©ne Descartes,
Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich
Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat Barat di
Indonesia sendiri yang notabene-nya adalah bekas jajahan bangsa Eropa-Belanda,
dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.
Tema-tema tersebut adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Tema pertama adalah ontologi.
Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan
dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam
semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
Tema kedua adalah epistemologi.
Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara
harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang
pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
Tema ketiga adalah aksiolgi.
Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang
berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial .
b. Filsafat
Timur
“Filsafat Timur” adalah tradisi
falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan
daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat
Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang
lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan,
tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama.
Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha,
Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
c. Filsafat
Timur Tengah
“Filsafat Timur Tengah” ini
sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para
filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris
tradisi Filsafat Yunani. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama
adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi,
yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan
Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan
komentar terhadap karya-karya Yunani.
Bahkan ketika Eropa setalah
runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya
klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan
bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama
beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran
(aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu) dan Averroes.
2. Klasifikasi
Filsafat Menurut Latar Belakang Agama
a.
Filsafat Islam
“Filsafat Islam” bukanlah filsafat
Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam
filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada
sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama,
meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran
Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih
‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’
Pada
mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada
abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan
seputar alam, manusia, dan Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar,
seperti fisika, etika, matematika, dan metafisika yang menjadi batubara
kebudayaan dunia.
Dari
Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat.
Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai
merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
b.
Filsafat Kristen
“Filsafat
Kristen” mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman
di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam
zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan
agamanya. Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis1
dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli
masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dan
lain sebagainya.
Selain
dua agama terbesar diatas, masih ada beberapa agama lainya yang melahirkan
pemahaman falsafi yang sampai sekarang masih eksis. Misalnya Budha, Taoisme,
dan lain sebagainya.
Buddha dalam bahasa Sansekerta berarti
mereka yang sadar, atau yang mencapai pencerahan sejati (Dari perkataan
Sansekerta: untuk mengetahui). Budha merupakan gelar kepada individu yang
menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang
kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk
Siddharta Gautama yang dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman Lumbini.
Sidharta
adalah guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap “Buddha bagi waktu ini”).
Dalam pandangan lainnya, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang
telah sadar.
Penganut
Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama
atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau
Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi,
kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran,
datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan
buruk tidak mahir
________________________________________
1 Ontologi adalah cabang pemikiran
yang membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata),
misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
ditinggalkan. Pencapaian nirwana
(nibbana) di antara ketiga jenis Buddha2
adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan
usaha dibandingkan dengan dua lainnya.
Taoisme merupakan filsafat Laozi3
dan Zhuangzi (570 SM ~470 SM) tetapi bukan agama. Taoisme berasalkan dari kata
“Dao” yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau
jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta
dunia. Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah “De”.
Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah.
Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan
berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai “Kesedaran Dao”.
Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai “Kesedaran Dao” dan
juga mendewakan.
Taoisme
juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan
saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah
dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak
berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet memiliki
kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa
positif, tidak akan wujud negatif, magnet tidak akan terjadi.
Dalam makalah ini,
penulis mengidentifikasikan masalah menjadi :
·
Kajian Filsafat
·
Munculnya Filsafat
·
Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan
lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini,
maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup Sejarah
Perkembangan Filsafat.
_________________________________________
2 Tiga jenis golongan Buddha adalah:
·
Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru,
hanya dengan usaha sendiri
·
Pacceka-Buddha
atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam
dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri.
·
Savaka-Buddha
yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran
dengan mendengar Dhamma
3
Pada waktu keruntuhan Dinasti Zhou, Laozi meletak jawatan dan
meninggalkan negerinya dengan koaknya. Ketika beliau tiba di Kastam Hangu (ε½θ°·ε
³), Guan Yixi (ε
³ε°Ήε) meminta beliau meninggalkan
filsafat dalam bentuk tulisan. Atas permintaan Guan Yixi, Laozi meninggalkan
dua karya yang berjudul De dan Dao (Judul pertama adalah “De” dan kedua adalah
“Dao” ) sebelum meninggalkan Chuguo. Kedua-dua kitab digabungkan dan
diperkenalan sebagai Daode Jing yang kepunyaan 5000 huruf Tionghua dalam 81
bab.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menggunakan :
Penelitian
kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan
data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada
hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Filsafat
Definisi kata filsafat bisa
dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa
dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).
Kerapkali ilmu filsafat dipandang
sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat) saja,
padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari-hari.
Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan tidak
tunggal), karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan
realitas hidup kita.
Ini didalami tidak dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa
dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa4.
Banyak pengertian-pengertian atau
definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf.
Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat merupakan pengetahuan
tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta
hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika
dan teori pengetahuan.
Beberapa filsuf mengajukan beberapa
definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu
pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Upaya untuk
melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, Upaya untuk menentukan
batas-batas jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan
nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas pengandaian-pengandaian dan
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu
yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk
mengatakan apa yang kita lihat.
__________________________________________
4 Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama
dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi
tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, dan couriousity ‘ketertarikan’
Kalau menurut tradisi filsafati yang
diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia
dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.)5 setelah dia membaca
tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang memakai kata sophia.
Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya
kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Kata falsafah atau filsafat dalam
bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ΩΩΨ³Ψ©, yang juga
diambil dari bahasa Yunani; philosophia (ΦιλοΟΞΏΟΞ―Ξ±) Dalam bahasa ini, kata
tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi
yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir
ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami
bidang falsafah disebut “filsuf”.
Dalam istilah Inggris, philosophy,
yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim
diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta
kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas
sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi
pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan
sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan
soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Filsafat adalah usaha untuk memahami
atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi)
yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun.Bidang
filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau
oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang
merupakan tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif
yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut
dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasarnya, nila-nilainya dan
kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan. Karena itulah
filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.
Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman
manusia.
B. Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya
kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya
kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran
_______________________________________
5 Pythagoras ialah
seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri
yang menetapkan a2 + b2 = c2.
keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala
aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/
ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof
kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah
dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan
tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara
turun-temurun diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir
sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari
suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu.
Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian
alam semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini,
terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta
kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan
filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Filsafat, terutama Filsafat Barat,
muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada
saat itu yang dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa
filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu
seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani,
tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas.
C. Sejarah Perkembangan Awal
Filsafat Dunia
Meski istilah philosophia
(ΦιλοΟΞΏΟΞ―Ξ±) pertama kali dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang Yunani
pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta
(sekarang di pesisir barat Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan
aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran
filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk
mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie,
1999).
Dalam buku History and Philosophy of
Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan
ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang
terkenal pada periode itu.
1. Periode
pertama, filsafat Yunani abad 6 SM
Pada masa ini ahli filsafatnya
adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang dianggap sebagai bapak-bapak
fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa sumber kehidupan adalah air.
Makhluk yang pertama kali hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali
terlahir dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas
air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat
jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sementara
Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan
antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang
dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Setelah mereka bertiga, Yunani
kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang lebih berpengaruh lagi terhadap
perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Phythagoras,
Hypocrates, dan lain sebagainya.
2. Periode
Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)
Pada masa ini pertentangan antara
gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja,
dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa ini filsafat mengalami
kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah
telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja,
gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
3. Periode
Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa
mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode
pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya
ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku inilah
diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki,
Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan
matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon
of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai
ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama,
filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah,
politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran
planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran,
umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai
sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus
berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa
belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab
yang disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh
Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua
menyatakan bahwa orang Eropah belajar filsafat orang-orang Yunani dari
buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin
(1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh
pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang
dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya
dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury,
seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali
buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab,
yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang
yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau
sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian diteruskan
oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama
Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat
lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi
banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh
Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi
diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam
Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul
filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan filsafat.
Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin
Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan Ibnu Rushd.
Berbeda dengan filosof-filosof Islam
pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat
(Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja
(Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).
Ibnu baja dan Ibnu Tufail6
merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua orang ini bisa
menjadi sahabat.
Sedangkan Ibnu Rushd7 yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun
seorang dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang
dianggap setara dengan kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai
seorang filosof.
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan
bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati
dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan
pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di
Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis.
________________________________________
6 Menurut Ibnu Tufail, manusia dapat mencapai
kebenaran sejati dengan menggunakan petunjuk akal dan petunjuk wahyu. Pendapat ini dituangkan dengan baik
dalam cerita Hayy-Ibnu Yakdzhan, yang menceritakan bagaimana Hayy yang tinggal
pada suatu pulau terpencil sendirian tanpa manusia lain dapat menemukan
kebenaran sejati melalui petunjuk akal, kemudian bertemu dengan Absal yang
memperoleh kebenaran sejati dengan petunjuk wahyu.
7
Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar mengenai Aristoteles, yaitu :
komentar besar, komentar menengah dan komentar kecil. Ketiga komentar tersebut
dapat dijumpai dalam tiga bahasa : Arab, Latin dan Yahudi. Dalam komentar
besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam Stagirite karya Aristoteles
dengan Bahasa Arab dan memberikan komentar pada bagian akhir. Dalam komentar
menengah ia masih menyebut-nyebut Aritoteles sebagai Magister Digit, sedang
pada komentar kecil filsafat yang diulas murni pandangan Ibnu Rushd.
Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh
Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah El-Ula
(First Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat
menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang
tipis dan kurang bernilai.
Pertentangan antara filosof yang
diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali semakin
memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang berjudul
Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak gereja untuk
menghambat berkembangnya pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance.
Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang
menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada
satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini
kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya Tahafut-et-Tahafut (The
Incohenrence of the Incoherence).
Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas
pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan dilarangnya pengajaran ilmu filsafat di
berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin (1961) menyatakan bahwa pelarangan
penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban Islam
yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa
perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan berkembangnya filsafat
dan mengalami kemunduran dengan kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan
gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu
berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan paham yang
menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini antara
lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang
menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan
oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat
dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropah Barat
pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof
Islam.
4. Periode
Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)
Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan
Islam, Eropah mengalami kebangkitan. Pada masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu
pengetahuan karangan dan terjemahan filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibnu Sina dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada zaman itu
Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-bangsa Eropa. Penterjemahan
karya-karya kaum muslimin antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund
menjadi uskup Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil
terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke Italia. Dante menulis Divina
Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW.
Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya Aristoteles yang disalin
dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.
Seperti halnya yang dilakukan oleh
pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushd dianggap dapat
membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen, sehingga sinode
gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal
Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat
ajaran Ibnu Rushd.
Pada Tahun 1215 saat Frederick II
menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai berkembang lagi. Pada Tahun
1214, Frederick mendirikan Universitas Naples, yang kemudian memiliki akademi
yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa latin.
Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan
terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin.
Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat tidak lepas dari hasil
terjemahan Michael Scot. Banyak orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah
berhasil menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd dengan judul de coelo et de mundo
dan bagian pertama dari Kitab Anima.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar
Frederick II untuk menterje-mahkan karya-karya filsafat Islam ke dalam Bahasa
Latin, guna mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di Eropah Barat, serupa
dengan pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid
dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di
Jazirah Arab.
Setelah Kaisar Frederick II wafat,
usahanya untuk mengembangkan pengetahuan diteruskan oleh putranya. Untuk tujuan
ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann untuk kembali ke Toledo pada
tahun 1256. Hermann kemudian menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi
dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad 13 hampir seluruh
karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, termasuk kitab
tahafut-et-tahafut, yang diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.
5. Periode
Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal Juga sebagai abad
Γufklarung. Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi
sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran
bagi umat Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran
yang mereka anut adalah rasionalitas, empirisrme, dan Kritisme.
Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia islam. Masa ini juga memunculkan
intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, ”The canon of
medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan
realisme berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu
itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari
penguasa. Masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu
Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap gereja dan raja yang menindas
terus berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan meningkat. Pada
masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori gravitasinya,
John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan
mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat,
hak untuk hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal serupa juga
dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul
Social Contak.
Hal berbeda terjadi di dunia Islam,
pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan spiritual.
Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada ajaran
al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya
yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk
menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan
oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-Quran
dan hadis.
Para filsuf zaman modern menegaskan
bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga
dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana
yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran
empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang
batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba
memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh
Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode8 tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode
yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan
segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian
kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang
metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya
ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”. Jika
aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan
lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo
sum”, aku berpikir ( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat
disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan
“jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”.
Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai
benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes adalah pelopor kaum
rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam
pikiran.
____________________________________
8 “aku meragukan
segalanya, kecuali aku ragu”, Kalimat yang menjadi trademark Descartes
Aliran empririsme nyata dalam
pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut
dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu
pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para
empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari
indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana
kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun Kritisisme oleh
Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor
yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada
kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti
seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an sich”), namun hanya dunia itu
seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang
pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah
cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang
kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu
sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
Begitulah pergulatan antar aliran
filsafat Modern. Rasionalist diwakili Descartes, Empirist diwakili Hume, dan
Kritisme oleh Kant saling menkritik satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
Jauh sebelum manusia menemukan dan
menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu
sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain
sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai
hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita
sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kalau ilmu diibiratkan sebagai
sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang pemikiran, ranting pemahaman, serta
buah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak
dan tumbuh.
Metode filsafat adalah metode
bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Sedang objek
materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan
hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada
sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa
filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu
seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani,
tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas.
Dalam perkembanganya, filsafat
Yunani sempat mengalami masa pasang surut. Ketika peradaban Eropa harus
berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas
terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai
penguasa ketika itu.
Filsafat Yunani kembali muncul pada
masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak
kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika antara para
kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para kaum ulama oleh Al-Ghazali
yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme
bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang
ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13, peradaban
filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil
memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang
masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep berfikir
kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di Eropa, demam
filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang
diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa setelah
pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam mulai
menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di
Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban
Yunani.
Entah kebetulan atau tidak, ketika
filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke eropa,
peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami
masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada sekitar
abad ke-15 M.
Tapi tidak demikian halnya dalam
komunitas gereja. Periode ini juga menghantarkan dunia kristen menjadi
terbelah. Doktrin para pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum
Protestan.
Adapun para filsuf zaman modern
setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak
berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa,
tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam
sejarah ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Γ¨ www.muslimphilosophy.com
Γ¨ id.wikipedia.org
Γ¨ www.cidcm.umd.edu
Γ¨ blog.wordpress.com
Γ¨ philosopi Mingguan Indonesia
Γ¨ Harian KOMPAS Rabu, 02 Mar 2005 Halaman: 46
Γ¨ kognItar.wordpres.org