Sabtu, 04 Oktober 2014

Pendidik dalam Ilmu Pendidikan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Pendidik merupakan salah satu unsur pendidikan yang banyak memegang peran dan ikut andil dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan. Tercapai tidaknya tujuan pendidikan dipengaruhi pula oleh pendidik, atau bisa dikatakan pendidik adalah Central of Education.

Teori-teori tentang pendidik, banyak dikemukakan oleh pemikir-pemikir barat. Padahal islam juga mempunyai pandangan tentang pendidik yang tidak kalah dengan teorinya orang barat. Yang semua itu bisa menjadi bukti bahwa pemikir islam bukan pengadobsi pemikiran orang barat.

Selama ini islam hanya dipandang sebagai pengikut (ma’mum) adanya kemajuan dari barat. Apabila ditelaah lebih jauh, ternyata konsep yang diberikan islam tentang pendidik lebih baik dibandingkan konsep barat.  Konsep barat dipandang kering dari unsur religi, karena mereka tidak memberikan unsur-unsur spiritual untuk perubahan akhlak peserta didiknya.

Akan tetapi, kenapa selama ini pendidikan islam masih kalah kualitasnya dari pendidikan barat?.  Untuk itu, perlu dikaji sejauh manakah islam memandang seorang pendidik, demi kemajuan pendidikan islam.

 

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi pendidik menurut pendidikan Islam?

2. Apa saja jenis pendidikan dalam pendidikan Islam?

3. Apa tugas dan tanggung jawab pendidik?

4. Apa saja peran pendidik?

 

C. Tujuan

Makalah ini nantinya bertujuan untuk mengetahui konsep pendidik dalam perspektif Islam.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Pendidik dalam Pendidikan Islam

Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).

Di dalam ilmu pendidikan yang dimaksud pendidik ialah semua yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan ke-budayaan. Pengertian ini lebih luas dari pengertian yang diberikan oleh pendidikan islam.

Setelah mengetahui pengertian tersebut, siapakah sebenarnya pendidik itu?. Dalam islam, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.

Orang tua bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anaknya. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: Pertama, karena kodrat yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang yang berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tua juga. Firman allah SWT:

$pkš0r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä39Î=÷dr&ur #Y$tR   

 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.(QS.at-Tahrim:66)

 

Akan tetapi tidak selamanya orang tua dapat memberikan bimbingan terus terhadap anak-anaknya, untuk itu dibutuhkan seorang guru. Walaupun telah dibantu seorang guru, orang tua tidak bisa lepas dari tanggung jawab mendidik anaknya.

Pengertian guru secara terbatas adalah sebagai satu sosok individu yang berada di depan kelas. Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak orang tua. Dengan demikian guru adalah orang tua kedua ketika berada di sekolahan.

 

B. Jenis-Jenis Pendidik dalam Pendidikan Islam

Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam, yaitu:

1. Allah SWT.

Dari berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkanNyakepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Dia juga sebagai Pencipta.

Firman Allah SWT. yang artinya:

- “segala pujian bagi Allah Rabb bagi seluruh alam”. (Q.S. Al-Fatihah: 1)

- “Dan (Allah) allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam…(Q.S. Al-Baqarah: 31)

 Sabda Rasulullah SAW. Yang artinya:

- “Tuhanku telah addabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan”.

 

Berdasarkan ayat dan hadits di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.

 

2. Nabi Muhammad SAW.

Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.

 

3. Orang Tua

Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya.

Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar manyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan. (lihat Q.S. Lukman: 12-19). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qudratnya menjadi pendidik.

 

4. Guru

Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.

Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah SWT menjelaskan:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’: 58)

 

C. Tugas serta Tanggung Jawab Pendidik

1. Tugas Pendidik

Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.

a. Tugas secara umum, adalah :

Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatal li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi.

Selain itu tugas yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.

b. Tugas secara khusus, adalah :

1) Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.

2) Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil , seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.

3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.

 

2. Tanggung Jawab Pendidik

Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, pendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah SWT sebagaimna hadits Rasul SAW:

“Dari Ibnu Umar r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda: Masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing kamu bertanggungjawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Kata “ra’in dalam hadits di atas berarti bahwa setiap orang dewasa dibebani kewajiban serta diserahi kepercayaan untuk menjalankan dan memelihara suatu urusan serta dituntut untuk berlaku adil dalam urusan itu. Kata “ra’iyyah” berarti setiap orang yang memiliki beban tanggungjawab bagi orang lain, seperti istri dan anak bagi suami atau ayah. Sedangkan kata “al-amir” berarti bagi setiap orang yang memegang kendali pemerintah, yang mencakup pemerintahan dengan kepala Negara dan aparatnya. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang terhadapnya akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat dan bernilai keduniawian, dalam arti kelalaian seseorang terhadapnya dapat dituntut di pengadilan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.

Melihat luasnya ruang lingkup tanggung jawab dalam pendidikan Islam, yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas, maka orang tua tidak dapat memikul sendiri tanggung jawab pendidikan anaknya secara sempurna lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju. Orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak mereka, makanya tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada pendidik lain (orang lain) baik yang berada di sekolah maupun di masyarakat. Orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah, karena tidak semua orang yang dapat menjadi guru sekaligus menjadi pendidik.

Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan orang tua dan masyarakat karena guru sebagai pendidik mempunyai ketrebatasan.

 

D. Peran Pendidik

Terdapat beberapa peran guru dalam pembelajaran tatap muka, yaitu sebagai berikut:

1. Guru sebagai perancang pembelajaran (Designer of Instruction).

Guru dapat merancang dan mempersiapkan semua komponen agar berjalan dengan efektif dan efisien.

2. Guru sebagai pengelola pembelajaran (Manager of Instruction).

Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan meng-gunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

3. Guru sebagai pengarah pembelajaran

Hendaknya guru senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar.

4. Guru sebagai Evaluator (Evaluator of Student Learning).

Evaluasi fungsinya sebagai penilaian hasil belajar peserta didik,  informasi yang diperoleh melaui evaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap proses pembelajaran. Umpan balik akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya.

5. Guru sebagai Konselor.

Sebagai konselor guru diharapkan akan dapat merespons segala masalah tingkah laku yang terjadi dalam proses belajar.

6. Guru sebagai pelaksana kurikulum.

Sebagai pelaksana kurikulum tentunya guru sebagai orang yang bertanggung jawab dalam upaya mewujudkan segala sesuatu yang telah tertuang dalam suatu kurikulum resmi. Bahkan pandangan mutakhir menyatakan bahwa meskipun suatu kurikulum itu bagus, namun berhasil atau gagalnya kurikulum tersebut pada akhirnya terletak di tangan pribadi guru.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN:

Ø Pada hakikatnya, pendidik yang pertama adalah Allah, karena Allah yang mengajari manusia dari ketidaktahuan, sesuai dengan QS. Al-Baqorah: 32. kedua adalah para Nabi/Rasul. Ketiga adalah orang tua. Keempat adalah guru. Akan tetapi dalam pelaksanaannya orang tualah yang bertanggung jawab terhadap anaknya.

Ø Tugas Pendidik:

a. Tugas secara umum: yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi.

b. Tugas secara khusus:  

1. Sebagai pengajar (intruksional)

2. Sebagai pendidik (edukator)

3. Sebagai pemimpin (managerial)

Ø Seorang pendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu.

Ø Peran Pendidik:

1. Guru sebagai perancang pembelajaran (Designer of Instruction).

2. Guru sebagai pengelola pembelajaran (Manager of Instruction).

3. Guru sebagai pengarah pembelajaran

4. Guru sebagai Evaluator (Evaluator of Student Learning).

5. Guru sebagai Konselor.

6. Guru sebagai pelaksana kurikulum.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

· Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

· M. Suyudi. 2005. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an: integrasi epistemologi bayani, burhani, dan irfani. Yogyakarta: Mikraj.

· Mujib, Abdul. et al. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.

· Hamzah B. Uno, Haji. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

· http://nurulmaghfirohq.blogspot.com/2012/11/pendidik-dalam-pendidikan-islam-ipi_6.html

 

 

Corruption

NAMA                      : KHADIJAH NUR

NIM                         : 12010102037

MATA KULIAH        : CIVIC EDUCATION

DOSEN PENGAJAR : DR. LAODE ABDUL WAHAB

 

DAMPAK NEGATIF KORUPSI YANG DITIMBULKAN OLEH PARA PEJABAT YANG SANGAT MERUGIKAN MASYARAKAT

Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun di instansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya.

Ada Salah satu contoh tentang korupsi di kalangan para pejabat Indonesia yaitu, bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Bagi Rakyat Miskin Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut, harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi, biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin. Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat (Jakarta), sampai pamong di tingkat desa atau dusun. Pejabat tidak lagi memiliki kepedulian terhadap masyarakat miskin yang terus menerus menderita. Pejabat tanpa rasa salah dan malu terus menerus menyakiti hati rakyatnya. Bahkan disaat Presiden SBY memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya justru meminta Dana Serap Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi adalah budaya, bukan aib yang memalukan. Pemerintah yang seharusnya menjadi mandat rakyat untuk memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakyatnya justru seperti “Antara Ada Dan Tiada “. Masyarakat bingung dan saya sendiri sempat merinding bulu kuduk ketika hampir setiap pagi di berita-berita media eletronik maupun media cetak tertulis dan tersiar banyak pejabat yang ditahan karena diduga sebagai pelaku korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini, masih segar dalam ingatan kita yaitu korupsi di tubuh Dinas Kesehatan Promal melalui pengadaan Askes.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri

2. Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelanggaran

3. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.

 

 

 

Minat dalam Belajar Bahasa Arab

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bertujuan agar budaya yang merupakan nilai-nilai luhur budaya bangsa dapat diwariskan dan dimiliki oleh generasi muda. Agar tidak ketinggalan zaman, senantiasa relevan dan signifikan dengan tuntutan hidup.

Diantara sekian banyak budaya yang perlu diwariskan kepada generasi muda adalah bahasa, karena bahasa merupakan alat yang sangat penting untuk berkomunikasi.

Setiap negara mempunyai pembahasan nasional sendiri-sendiri. Biasanya bahasa itu tersusun dari bahasa-bahasa daerah yang ada, sehingga memungkinkan adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam berkomunikasi. Masyarakat Indonesia mengenal berbagai macam bahasa ketika masih kanak-kanak dikenal bahasa ibu yaitu bahasa daerah, setelah masuk sekolah menengah diajarkan bahasa-bahasa asing pada sekolah-sekolah. Dan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sekolah tersebut adalah bahasa Arab, terutama di sekolah-sekolah Islam dan pondok pesantran.

Dan dalam pembelajaran bahasa terdapat berbagai metode yang digunakan, salah satunya adalah metode lagu. Metode lagu sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran dalam bahasa Arab karena anak-anak cenderung menyukai lagu, dengan demikian pelajaran bahasa Arab dapat diterima dengan mudah oleh anak-anak melalui lagu tersebut.

 

1.2    Rumusan Masalah

1. Mengapa motivasi atau minat anak dalam belajar bahasa Arab rendah?

2. Mengapa metode lagu dapat mengatasi hal tersebut?

 

 1.3    Tujuan

1. Untuk mengetahui rendahnya motivasi atau minat anak dalam belajar bahasa Arab.

2. Untuk memberi informasi bahwa metode lagu dapat mengatasi rendahnya minat anak dalam belajar bahasa Arab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Motivasi Atau Minat Anak Dalam Belajar Bahasa Arab

Bahasa Arab sebagai bahasa yang hidup, baik berbentuk klasik atau kuno maupun yang modern mempunyai kegunaan yang penting dalam agama, ilmu pengetahuan dalam pembinaan dan pembentukan kebudayaan nasional, bahkan hubungan internasional.

Mengingat pentingnya bahasa Arab, maka perlu ditanamkan kepada generasi-generasi muda dari sejak kecil. Masa kecil adalah masa yang ajaib, ini dapat dilihat kala anak lahir. Ia tidak mempunyai apapun. Aktivitasnya kebanyakan hanya tidur, makan, dan menangis. Tetapi tiga tahun kemudian, kita bisa melihatnya telah dapat melakukan berbagai aktivitas dan telah menjadi manusia sesungguhnya. Kita juga menyaksikan berbagai perubahan drastis pada usia prasekolah dalam sekejap mata. Dalam tiga tahun anak telah berkembang dari bayi yang masih merangkak dan tidak dapat berbicara sama sekali, menjadi manusia sesungguhnya yang bisa berbicara dan bisa berjalan (Borden, 2001:13).   

Pada masa inilah bimbingan orang tua, guru dan lingkungan sekitar mempunyai peranan yang sangat penting. Kebanyakan pada masa ini, anak sebagian besar waktunya berada di lingkungan sekolah. Karena itulah maka pengaruh yang paling mendominasi adalah pengaruh lingkungan sekolah. Di sini orang tua sangat berpengaruh terhadap kemajuan bahasa anak, ibu dan juga orang lain harus memberi contoh kepada anak dengan bahasa yang lengkap dan baik. Bahasa yang sering didengar oleh anak akan ditirunya. Hendaknya selalu berhati-hati dengan pemakaian bahasa. Supaya anak lekas dapat berbicara dengan baik dan benar. Pendidik (ibu, ayah, saudara-saudara yang lain) harus sering mengajak anak berbicara (Barnadib, 1982:22).

Namun ada hal penting yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar termasuk belajar bahasa adalah anak belajar tidak disertai stres. Awalnya, lakukan cara-cara belajar dengan fleksibel atau melalui permainan agar menarik bagi anak. Dan salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk mengajarkan bahasa termasuk mengenalkan bahasa asing adalah melalui nyanyian, karena melalui kegiatan ini anak tidak dituntut untuk berpikir. Terkadang, bagi anak-anak yang usianya masih sangat muda, perhatiannya sering kali beralih. Namun, meski anak belum intensif memperhatikan nyanyian tersebut, mereka dapat mempelajarinya dengan mendengar.

Berdasarkan wacana diatas, maka penulis tertarik untuk memperkenalkan salah satu bahasa asing yakni bahasa Arab untuk anak-anak  melaui nyanyian.

 

2.2    Metode Lagu Sebagai Upaya Untuk Mengatasi Rendahnya Minat Anak

         Dalam Belajar Bahasa Arab     

Untuk memilih dan menentukan strategi pembelajaran bahasa Arab untuk anak, guru hendaknya terlebih dahulu memahami dengan baik prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Arab untuk anak dan karakteristik anak yang akan diajar. Karakteristik anak tersebut antara lain:

a) Masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka,

b) Senang bermain,

c) Senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/ dipelajarinya,

d) Cenderung suka bertanya,

e) Cenderung suka mendapatkan penghargaan,

f) Cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar,

Berdasarkan karakteristik tersebut guru dapat memilih strategi pembelajaran bahasa Arab untuk anak yang sesuai.  Salah satu karakteristik anak adalah bahwa pengetahuan mereka masih sangat terbatas pada lingkungan hidup mereka sehari-hari.     Berdasarkan hal tersebut, maka materi pelajaran sebaiknya dipilihkan hal-hal yang terkait dengan lingkungan mereka. Misalnya tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), saudara kandung, rumah dan isinya, binatang piaraan, mainan, lingkungan sekolah, dan teman bermain.

Dalam memilih metode atau teknik pembelajaran bahasa Arab untuk anak, guru juga perlu melihat salah satu karakteristik yang menonjol pada anak, yaitu bahwa mereka senang bermain. Melihat karakteristik seperti itu, maka metode yang relevan untuk pembelajaran bahasa Arab untuk anak adalah metode bermain dengan berbagai tekniknya. Dan salah satu teknik yang sesuai adalah melalui nyanyian, karena melalui nyanyian anak akan belajar sekaligus bermain melalui lagu-lagu yang didendangkan/dinyanyikannya. Nyanyian merujuk kepada aktivitas membunyikan suara dalam bentuk tertentu yang bertujuan menghasilkan nada dan melodi yang disenangi. Ia merupakan salah satu aktivitas manusia yang bertujuan untuk menggembirakan hati. Nyanyian boleh dilakukan dengan bantuan alat musik atau hanya dengan secara bertepuk tangan dan sebagainya. Nyanyian memerlukan daya kreativitas manusia dan dianggap sebagai salah satu cabang seni.

Adapun tujuan pemanfaatan lagu dalam pembelajaran bahasa Arab antara lain untuk:

a) Menumbuhkan sensitifitas anak terhadap bunyi, irama, dan nada dalam bahasa Arab,

b) Melatih pengucapan ungkapan sederhana dalam bahasa Arab,

c) Melatih penggunaan kosakata bahasa Arab yang ada dalam lagu,

d) Mengembangkan permainan dengan bunyi-bunyi dalam bahasa Arab,

e) Mengembangkan permainan dengan peragaan lagu yang dihapalkan,

f) Memperkenalkan ejaan, kalimat berita, kalimat tanya dan perintah.

Disamping itu, lagu dapat dimanfaatkan untuk tujuan:

a) Membuat kaitan antara kegiatan dan benda/obyek melalui syair lagu,

b) Meresapkan bunyi-bunyi bahasa Arab,

c) Mengembangkan kepekaan ritme,

d) Menghapal kosakata.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lagu untuk pembelajaran bahasa Arab bagi anak usia prasekolah antara lain:

a) Syair atau kata-kata dalam lagu hendaknya jelas,

b) Bahasa yang digunakan dalam lagu tersebut tidak terlalu sulit,

c) Tema lagu dipilih yang sesuai dengan dunia anak,

d) Lagu tidak terlalu panjang (panjang-pendek lagu disesuaikan dengan tingkatan

atau kelas anak),

e) Lagu diupayakan memiliki keterkaitandengan materi yang diajarkan.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan yang telah dijabarkan diatas, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Melalui nyanyian yang disampaikan dengan metode bermain yaitu menyanyi

dengan gerakan, maka anak-anak dapat dengan mudah mengenal beberapa kosakata bahasa Arab.

2. Anak-anak memiliki minat yang tinggi dalam mengenal bahasa Arab dengan metode lagu.

3. Isi nyanyian pendek dan bahasa yangdigunakan mudah sehingga anak dengan

mudah mencerna dan mengucapkan kosakata bahasa Arab.

 

3.2 Saran

Disarankan kepada guru atau orang tua yang memiliki anak terutama anak usia prasekolah dalam mengenalkan bahasa asing sebaiknya menggunakan metode yang menyenangkan seperti melalui nyanyian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

· Borden, Marian Edelman. 2001. Smart Start: TheParents ‟Complete Guide To Prescool Education. Terj. Ary.

· Effendy, Ahmad Fuad. 2005. MetodologiPengajaran Bahasa Arab. Malang:

Misykat.

· Patmonodewo, Soemiarti. 2003. PendidikanAnak Prasekolah. Jakarta: Rineka

Cipta.

 

 

Haid dan Nifas

BAB  I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang 

Hadas adalah istilah untuk hal-hal yang bisa menghalangi sahnya shalat seseorang atau dengan kata lain,hadas adalah kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan shalat jika berada dalam keadaan tersebut,atau shalatnya batal jika kondisi itu terjadi saat shalat.

Dalam ilmu fikih,hadas dibagi menjadi dua macam yaitu hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil menyebabkan seseorang harus melaksanakan wudu untuk melaksanakan shalat. Sedangkan hadas besar menyebabkan seseorang melakukan mandi oleh orang Indonesia dinamai dengan mandi besar- juga wudu jika akan melaksanakan shalat.

Junub,haid,dan nifas merupakan hal-hal yang menyebabkan hadas besar. Oleh karena itu,penting bagi umat islam mengetahui apa itu haid dan nifas serta bagaimana cara bersuci dari hadas besar.

 

B. Masalah dan  Pembatasan Masalah

Pokok pembahasan dalam makalah ini adalah masalah haid dan nifas, yang mana dalam pemaparannya nanti dibatasi pada definisi perbedaan antara haid dan nifas; batas kapan seseorang bisa dianggap suci serta cara bersucinya; dan hukum bagi orang haid dan nifas.

 

C. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana definisi tentang Haid dan Nifas?

2.      Kapan batasan waktu Haid dan Nifas dianggap suci?

3.      Bagaimana cara bersuci dari Haid dan Nifas?

 

D.       Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi tentang Haid dan Nifas

2. Untuk mengetahui dan memahami waktu pembatasan bersuci dari Haid dan Nifas .

3. Untuk mengetahui dan memahami cara bersuci dari Haid dan Nifas.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Haid dan Nifas

1.  Haid

Haid adalah darah yang keluar dari dinding rahim seorang wanita apabila telah menginjak masa baligh. Haid ini dijalani oleh seorang wanita pada masa-masa tertentu, paling cepat satu hari satu malam dan paling lama lima belas hari. Sedangkan yang normal adalah enam atau tujuh hari.

 

2. Nifas

Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya ( 2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas.

 

B. Batasan waktu bersuci dari Haid dan Nifas

1.  Batasan Suci Haid

      Paling sedikitnya batasan waktu suci yang memisah antara 1 haid dengan haid sesudahnya minimal harus 15 hari 15 malam. Paling lama suci tidak ada batasnya. Kadang –kadang ada wanita yang mengalami haid dua bulan sekali, satu tahun sekali, ada yang dua tahun sekali, seperti Putri Baginda Rosulullah Saw, Sayyidah fathimah Az-zahro’ Ra.

 

2.  Batasan Suci Nifas

      Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari'at, halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40,60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits.

 

C. Cara Bersucinya

1. Mandi Karena Haid atau Nifas

Jika haid atau nifas telah selesai maka wajib mandi. Mandi ini wajib segera dilakukan bila hendak melakukan sholat atau ibadah lain yang wajib suci.

Oleh karena itu wanita yang selesai Haidh atau nifasnya pada tengah-tengah waktu sholat wajib segera mandi kemudian sholat meskipun tengah malam atau sangat dingin.Tidak boleh menunda-nunda sampai terjadi sholat qodlo’ apalagi sampai tidak dikerjakan sama sekali.

Yang dimaksud selasai (habisnya) darah adalah seandainya dimasukkan kapas kedalam farji sampai pada tempat yang tidak wajib di basuh kala istinja’. Jadi seandainya darah tidak keluar sama sekali, tapi jika dioleskan kapas ke dalam farji meskipun hanya sedikit tidak dapat dikatakan habis masa haid atau nifas. Jika wanita dalam keadaan demikian melakukan mandi wajib,maka hukumnya tidak sah. Otomatis sholat-sholat yang dikerjakan setelah itu sampai mandi yang sah menjadi tidak sah pula.

 

2.  Fardlu mandi haidh atau nifas

Fardlu mandi haidh atau nifas (menghilangkan hadats besar) ada tiga :

a) Niat

Menghilangkan hadats haidl, nifas atau menghilangkan hadats besar. Niat ini dilakukan pada permukaan membasuh anggota badan pertamakali. Akan tetapi kalau sudah membasuh sebagian anggota badan namun belum berniat, ataupun niatnya belum jadi maka setelah niatnya wajib mengulangi basuhan pada anggota yang belum diniati tadi.

 

b) Menghilangkan najis.

Kalau terdapat najis pada sebagian anggota badan wajib dihilangkan terlebih dahulu kemudian dibasuh.

 

3. Meratakan air keseluruhan badan bagian luar.

Wajib membasuh seluruh bagian rambut (dari ujung sampai pangkalnya) meskipun lebat/tebal, seluruh kulit badan, kuku dan bagian bawahnya, lubang telinga tampak dari luar, kerut-kerutan badan, lipatan-lipatan badan, persendian-persendian badan, bagian farji yang kelihatan tatkala berjongkok dan masrubah (tempat menutupnya lubang dubur) Haid atau nifas telah selesai tetapi belum mandi. Kalau haid/nifas sudah benar-benar selesai, lalu melakukan mandi dengan benar, maka halal menjalankan segala perkara yang diharamkan sebab haid atau nifas.

 

D. Hal-Hal yang Dilarang bagi Wanita yang sedang Haidh dan Nifas

Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang melakukan hal yang dilarang bagi orang yang berhadats. Selain itu juga dilarang:

1) Melaksanakan sholat. Larangan ini berdasar hadits Rasulullah saw.:

 

اِذَا أَقْبَلَتْ الحَيْضَةُ فَدَعِيَ الصَّلاَة

Artinya: “Jika haid telah tiba maka janganlah melakukan sholat.” (H.R. Nasai).

 

2) Puasa. Larangan ini berdasar juga pada hadits di atas, karena ada sebuah hadits yang menerangkan kesamaan antara larangan puasa dan sholat pada mereka yang haid. Riwayat yang diceritakan oleh Aisyah ini berbunyi:

 

كُنَّا نَحِيْضُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ نَطْهُرُ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

Artinya: “Pada masa Rasulullah saw., kami mengalami haid. Setelah kami suci, kami diperintahkan untuk mengganti (qada) puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk meng-qada sholat.”

 

Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda:

 

أَلَيْسَتْ إِحْدَاكُنَّ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلَى

Artinya: “Bukankah salah seorang di antara kalian jika sedang haid tidak (usah) sholat dan berpuasa? Mereka menjawab, ‘benar’.” (H.R. Bukhari).

 

3) Melakukan tawaf. Hal ini berdasarkan perkataan Rasulullah saw. kepada Aisyah pada saat ia mengalami haid ketika melakukan ibadah haji. Beliau bersabda:

 

اِفْعَلِى مَايَفْعَلُهُ الحَاجُّ غَيْرَ اَلاَّ تَطُوْفِى بِا لْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي ـ رواه البخرى و مسلم

Artinya: “Lakukan apa saja seperti yang dilakukan orang berhaji, kecuali melakukan tawaf di Masjidil Haram hingga kamu suci.” (H.R. Bukhari Muslim).

 

 

4) Memegang dan membaca Al-Quran. Larangan ini berlandaskan hadits Rasulullah saw.:

لاَيَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلاَ الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ

Artinya: “Orang yang junub atau haid tidak boleh membaca apapun dari al-Quran.” (H.R. Abu Daud dan Turmudzi).

 

Ada juga sebuah ayat yang dijadikan untuk larangan memegang al-Quran, yaitu:

 

لاَيَمَسُّهُ اِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ

Artinya: “Tidak (boleh) memegangnya (al-Quran) kecuali orang-orang yang suci.” (Q.S. al-Waqi’ah: 79).

 

5) Berdiam diri di dalam majid. Rasulullah saw. bersabda:

 

لاَأُحِلَّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ لِجُنُبٍ ـ رواه ابو داود

Artinya: “Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan bagi orang yang sedang junub.” (H.R. Abu Daud).

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang haid dilarang berdiam diri di masjid karena dikhawatirkan mengotori masjid. Kalangan yang melihat ini sebagai satu-satunya alasan cenderung untuk tidak melarang perempuan haid untuk tinggal atau diam di masjid dengan alasan-alasan tertentu, seperti mengikuti majelis taklim, jika ia memakai pembalut yang aman dan bersih.

Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengaitkan larangan tinggal di masjid ini dengan persoalan “kesucian diri” seseorang yang sedang haid. Kata aza (penyakit) diartikan sebagai sesuatu yang menjadikan seseorang perempuan tidak diperkenankan berada di dalam masjid dengan alasan apapun.

 

6) Melakukan hubungan seksual. Dengan tegas Allah SWT melarang orang haid untuk melakukan hubungan seksual. Allah swt. berfirman.

...فَاعْتَزِلُوْا النِّسَآءَ فِى الْمَحِيْضِ...

Artinya: “… Karena itu jauhilah isteri pada waktu haid….” (Q.S. al-Baqarah: 222).

Larangan untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sedang mengalami haid ini hanya berlaku pada hubungan intim lingga-yoni. Dengan demikian, melakukan hubungan intim di area selain vagina diperbolehkan. Dalam istilah haditsnya, seorang suami bisa melakukan hubungan intim dengan isterinya yang haid sebatas “ma fauqal izar” (area ke atas sarung). Dalam hadits lain, secara tegas dikatakan:

 

اِفْعَلُوْا مَاشِئْتُمْ إِلاَّ النِّكَاحَ ـ رواه مسلم

Artinya: “Lakukan apa saja, kecuali nikah (dalam konteks ini nikah memiliki arti “hubungan seksual).” (H.R. Muslim)

 

E. Hal-Hal yang Diprbolehkan bagi Wanita yang sedang Haidh dan Nifas

Hal-hal yang diperbolehkan bagi wanita yang sedang haidh dan nifas, antara lain :

1) Mencukur rambut dan memotong kuku

2) Pergi ke pasar

3) Pergi mendengarkan ceramah agama dan belajar memahami Islam, apabila hal tersebut tidak dilakukan di dalam masjid.

4) Berdzikir, bertasbih, bertahmid, dan membaca basmalah sebelum makan minum.

5) Membawa hadits, fiqih, doa dan mengucapkan amin.

6) Membaca berbagai macam dzikir sebelum tidur

7) Mendengarkan bacaan Al-Qur’an.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN :

v Haid adalah darah yang keluar dari dinding rahim seorang wanita apabila telah menginjak masa baligh. Haid ini dijalani oleh seorang wanita pada masa-masa tertentu, paling cepat satu hari satu malam dan paling lama lima belas hari. Sedangkan yang normal adalah enam atau tujuh hari.

v Nifas adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita setelah selesai melahirkan, walaupun anak yang dilahirkan belum berwujud manusia atau masih berupa alaqoh (darah kental) atau mudglah (segumpal daging).

v Seorang wanita yang sedang menjalani masa haid ataupun nifas tidak berkewajiban untuk menjalankan ibadah seperti puasa, shalat, ihram, dan ibadah-ibadah lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

· Ahnan Maftuh, Risalah Fiqih Wanita, Terbit Terang, Surabaya

· MA. Saifuddin Zuhri, Buku Pintar Haid problematika wanita, almaba 2010

· Muhammad bin abdul qodir, haid dan masalah-msalah wanita muslim

· Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=758