Sabtu, 04 Oktober 2014

Haid dan Nifas

BAB  I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang 

Hadas adalah istilah untuk hal-hal yang bisa menghalangi sahnya shalat seseorang atau dengan kata lain,hadas adalah kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan shalat jika berada dalam keadaan tersebut,atau shalatnya batal jika kondisi itu terjadi saat shalat.

Dalam ilmu fikih,hadas dibagi menjadi dua macam yaitu hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil menyebabkan seseorang harus melaksanakan wudu untuk melaksanakan shalat. Sedangkan hadas besar menyebabkan seseorang melakukan mandi oleh orang Indonesia dinamai dengan mandi besar- juga wudu jika akan melaksanakan shalat.

Junub,haid,dan nifas merupakan hal-hal yang menyebabkan hadas besar. Oleh karena itu,penting bagi umat islam mengetahui apa itu haid dan nifas serta bagaimana cara bersuci dari hadas besar.

 

B. Masalah dan  Pembatasan Masalah

Pokok pembahasan dalam makalah ini adalah masalah haid dan nifas, yang mana dalam pemaparannya nanti dibatasi pada definisi perbedaan antara haid dan nifas; batas kapan seseorang bisa dianggap suci serta cara bersucinya; dan hukum bagi orang haid dan nifas.

 

C. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana definisi tentang Haid dan Nifas?

2.      Kapan batasan waktu Haid dan Nifas dianggap suci?

3.      Bagaimana cara bersuci dari Haid dan Nifas?

 

D.       Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi tentang Haid dan Nifas

2. Untuk mengetahui dan memahami waktu pembatasan bersuci dari Haid dan Nifas .

3. Untuk mengetahui dan memahami cara bersuci dari Haid dan Nifas.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Haid dan Nifas

1.  Haid

Haid adalah darah yang keluar dari dinding rahim seorang wanita apabila telah menginjak masa baligh. Haid ini dijalani oleh seorang wanita pada masa-masa tertentu, paling cepat satu hari satu malam dan paling lama lima belas hari. Sedangkan yang normal adalah enam atau tujuh hari.

 

2. Nifas

Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya ( 2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas.

 

B. Batasan waktu bersuci dari Haid dan Nifas

1.  Batasan Suci Haid

      Paling sedikitnya batasan waktu suci yang memisah antara 1 haid dengan haid sesudahnya minimal harus 15 hari 15 malam. Paling lama suci tidak ada batasnya. Kadang –kadang ada wanita yang mengalami haid dua bulan sekali, satu tahun sekali, ada yang dua tahun sekali, seperti Putri Baginda Rosulullah Saw, Sayyidah fathimah Az-zahro’ Ra.

 

2.  Batasan Suci Nifas

      Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari'at, halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40,60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits.

 

C. Cara Bersucinya

1. Mandi Karena Haid atau Nifas

Jika haid atau nifas telah selesai maka wajib mandi. Mandi ini wajib segera dilakukan bila hendak melakukan sholat atau ibadah lain yang wajib suci.

Oleh karena itu wanita yang selesai Haidh atau nifasnya pada tengah-tengah waktu sholat wajib segera mandi kemudian sholat meskipun tengah malam atau sangat dingin.Tidak boleh menunda-nunda sampai terjadi sholat qodlo’ apalagi sampai tidak dikerjakan sama sekali.

Yang dimaksud selasai (habisnya) darah adalah seandainya dimasukkan kapas kedalam farji sampai pada tempat yang tidak wajib di basuh kala istinja’. Jadi seandainya darah tidak keluar sama sekali, tapi jika dioleskan kapas ke dalam farji meskipun hanya sedikit tidak dapat dikatakan habis masa haid atau nifas. Jika wanita dalam keadaan demikian melakukan mandi wajib,maka hukumnya tidak sah. Otomatis sholat-sholat yang dikerjakan setelah itu sampai mandi yang sah menjadi tidak sah pula.

 

2.  Fardlu mandi haidh atau nifas

Fardlu mandi haidh atau nifas (menghilangkan hadats besar) ada tiga :

a) Niat

Menghilangkan hadats haidl, nifas atau menghilangkan hadats besar. Niat ini dilakukan pada permukaan membasuh anggota badan pertamakali. Akan tetapi kalau sudah membasuh sebagian anggota badan namun belum berniat, ataupun niatnya belum jadi maka setelah niatnya wajib mengulangi basuhan pada anggota yang belum diniati tadi.

 

b) Menghilangkan najis.

Kalau terdapat najis pada sebagian anggota badan wajib dihilangkan terlebih dahulu kemudian dibasuh.

 

3. Meratakan air keseluruhan badan bagian luar.

Wajib membasuh seluruh bagian rambut (dari ujung sampai pangkalnya) meskipun lebat/tebal, seluruh kulit badan, kuku dan bagian bawahnya, lubang telinga tampak dari luar, kerut-kerutan badan, lipatan-lipatan badan, persendian-persendian badan, bagian farji yang kelihatan tatkala berjongkok dan masrubah (tempat menutupnya lubang dubur) Haid atau nifas telah selesai tetapi belum mandi. Kalau haid/nifas sudah benar-benar selesai, lalu melakukan mandi dengan benar, maka halal menjalankan segala perkara yang diharamkan sebab haid atau nifas.

 

D. Hal-Hal yang Dilarang bagi Wanita yang sedang Haidh dan Nifas

Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang melakukan hal yang dilarang bagi orang yang berhadats. Selain itu juga dilarang:

1) Melaksanakan sholat. Larangan ini berdasar hadits Rasulullah saw.:

 

اِذَا أَقْبَلَتْ الحَيْضَةُ فَدَعِيَ الصَّلاَة

Artinya: “Jika haid telah tiba maka janganlah melakukan sholat.” (H.R. Nasai).

 

2) Puasa. Larangan ini berdasar juga pada hadits di atas, karena ada sebuah hadits yang menerangkan kesamaan antara larangan puasa dan sholat pada mereka yang haid. Riwayat yang diceritakan oleh Aisyah ini berbunyi:

 

كُنَّا نَحِيْضُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ نَطْهُرُ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

Artinya: “Pada masa Rasulullah saw., kami mengalami haid. Setelah kami suci, kami diperintahkan untuk mengganti (qada) puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk meng-qada sholat.”

 

Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda:

 

أَلَيْسَتْ إِحْدَاكُنَّ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلَى

Artinya: “Bukankah salah seorang di antara kalian jika sedang haid tidak (usah) sholat dan berpuasa? Mereka menjawab, ‘benar’.” (H.R. Bukhari).

 

3) Melakukan tawaf. Hal ini berdasarkan perkataan Rasulullah saw. kepada Aisyah pada saat ia mengalami haid ketika melakukan ibadah haji. Beliau bersabda:

 

اِفْعَلِى مَايَفْعَلُهُ الحَاجُّ غَيْرَ اَلاَّ تَطُوْفِى بِا لْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي ـ رواه البخرى و مسلم

Artinya: “Lakukan apa saja seperti yang dilakukan orang berhaji, kecuali melakukan tawaf di Masjidil Haram hingga kamu suci.” (H.R. Bukhari Muslim).

 

 

4) Memegang dan membaca Al-Quran. Larangan ini berlandaskan hadits Rasulullah saw.:

لاَيَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلاَ الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ

Artinya: “Orang yang junub atau haid tidak boleh membaca apapun dari al-Quran.” (H.R. Abu Daud dan Turmudzi).

 

Ada juga sebuah ayat yang dijadikan untuk larangan memegang al-Quran, yaitu:

 

لاَيَمَسُّهُ اِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ

Artinya: “Tidak (boleh) memegangnya (al-Quran) kecuali orang-orang yang suci.” (Q.S. al-Waqi’ah: 79).

 

5) Berdiam diri di dalam majid. Rasulullah saw. bersabda:

 

لاَأُحِلَّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ لِجُنُبٍ ـ رواه ابو داود

Artinya: “Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan bagi orang yang sedang junub.” (H.R. Abu Daud).

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang haid dilarang berdiam diri di masjid karena dikhawatirkan mengotori masjid. Kalangan yang melihat ini sebagai satu-satunya alasan cenderung untuk tidak melarang perempuan haid untuk tinggal atau diam di masjid dengan alasan-alasan tertentu, seperti mengikuti majelis taklim, jika ia memakai pembalut yang aman dan bersih.

Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengaitkan larangan tinggal di masjid ini dengan persoalan “kesucian diri” seseorang yang sedang haid. Kata aza (penyakit) diartikan sebagai sesuatu yang menjadikan seseorang perempuan tidak diperkenankan berada di dalam masjid dengan alasan apapun.

 

6) Melakukan hubungan seksual. Dengan tegas Allah SWT melarang orang haid untuk melakukan hubungan seksual. Allah swt. berfirman.

...فَاعْتَزِلُوْا النِّسَآءَ فِى الْمَحِيْضِ...

Artinya: “… Karena itu jauhilah isteri pada waktu haid….” (Q.S. al-Baqarah: 222).

Larangan untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sedang mengalami haid ini hanya berlaku pada hubungan intim lingga-yoni. Dengan demikian, melakukan hubungan intim di area selain vagina diperbolehkan. Dalam istilah haditsnya, seorang suami bisa melakukan hubungan intim dengan isterinya yang haid sebatas “ma fauqal izar” (area ke atas sarung). Dalam hadits lain, secara tegas dikatakan:

 

اِفْعَلُوْا مَاشِئْتُمْ إِلاَّ النِّكَاحَ ـ رواه مسلم

Artinya: “Lakukan apa saja, kecuali nikah (dalam konteks ini nikah memiliki arti “hubungan seksual).” (H.R. Muslim)

 

E. Hal-Hal yang Diprbolehkan bagi Wanita yang sedang Haidh dan Nifas

Hal-hal yang diperbolehkan bagi wanita yang sedang haidh dan nifas, antara lain :

1) Mencukur rambut dan memotong kuku

2) Pergi ke pasar

3) Pergi mendengarkan ceramah agama dan belajar memahami Islam, apabila hal tersebut tidak dilakukan di dalam masjid.

4) Berdzikir, bertasbih, bertahmid, dan membaca basmalah sebelum makan minum.

5) Membawa hadits, fiqih, doa dan mengucapkan amin.

6) Membaca berbagai macam dzikir sebelum tidur

7) Mendengarkan bacaan Al-Qur’an.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN :

v Haid adalah darah yang keluar dari dinding rahim seorang wanita apabila telah menginjak masa baligh. Haid ini dijalani oleh seorang wanita pada masa-masa tertentu, paling cepat satu hari satu malam dan paling lama lima belas hari. Sedangkan yang normal adalah enam atau tujuh hari.

v Nifas adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita setelah selesai melahirkan, walaupun anak yang dilahirkan belum berwujud manusia atau masih berupa alaqoh (darah kental) atau mudglah (segumpal daging).

v Seorang wanita yang sedang menjalani masa haid ataupun nifas tidak berkewajiban untuk menjalankan ibadah seperti puasa, shalat, ihram, dan ibadah-ibadah lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

· Ahnan Maftuh, Risalah Fiqih Wanita, Terbit Terang, Surabaya

· MA. Saifuddin Zuhri, Buku Pintar Haid problematika wanita, almaba 2010

· Muhammad bin abdul qodir, haid dan masalah-msalah wanita muslim

· Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=758

 

1 komentar: